Aliansi Adat Desa Toruakat Sampaikan Aspirasi Terkait Kisruh di Lokasi BDL ke DPRD Provinsi Sulut

BOLMORA.COM, MANADO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Senin (4/10/2021), menerima kunjungan dari Aliansi Adat Desa Toruakat bersama sejumlah perwakilan dari Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (AMABOM).
Kunjungan romobongan yang dipimpin Kepala Desa Toruakat Tomi Mokobela tersebut, untuk menyampaikan aspirasi terkait kisruh dan insiden bentrok antara masyarakat Desa Toruakat dengan karyawan perusahaan tambang PT Bulawan Daya Lestari (BDL), pada 27 September 2021 lalu, yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia.
Para tetua adat diterima oleh Wakil Ketua DPRD Sulut Victor Mailangkay, Wakil Ketua Komisi I Harold Vresly Kaawoan, dan Sekertaris Komisi IV Jems Tuuk.
Adapun enam poin aspirasi dan pernyataan sikap yang disampaikan dan dibacakan oleh perwakilan AMABOM Mulyadi Mokodompit, adalah sebagai berikut.
1. Masyarakat Adat Toruakat mengutuk keras atas kejadian konflik horisontal yang diciptakan oleh pemilik PT. BDL yang menewaskan anak adat. |
2.Mendesak POLDA Sulut melakukan penegakan hukum secara adil atas kejadian luar biasa di atas tanah adat Bolaang Mongondow yang dilakukan oleh Pemilik PT. BDL, sekaligus mendesak Kapolda melakukan penjelasan kepada Masyarakat Adat di Toruakat khusus dan Bolaang Mongondow pada umumnya. |
3.Peristiwa ini adalah bentuk penghinaan, pelecehan, perampokan atas Wilayah Adat, Masyarakat Adat dan Hukum adat Bolaang Mongondow yang dilakukan oleh Negara dan Pemilik PT. BDL. |
4.Mendesak Komnas HAM dan Ombusman RI untuk turun melakukan investigasi atas kejadian ini. |
5.Mendesak DPRD Propinsi melakukan Investigasi langsung ke Lapangan untuk melihat kejadian ini secara Objektif. |
6. Mendesak Komnas HAM membentuk Tim Pencari Fakta untuk mengungkap semua kejadian yang terjadi di tanah Adat Masyarkat Desa Toruakat. |
Menanggapi aspirasi dan pernyataan sikap tersebut, pihak DPRD Sulut meminta agar pihak kepolisian secepatnya menyelidiki insiden yang menyebabkan satu orang korban meninggal dunia, dan juga beberapa orang luka-luka.
“Pihak kepolisian harus segera bertindak untuk mengusut tuntas perkara ini. Jangan lagi ada muncul kalimat ‘back up’. Ini harus dituntaskan dengan benar agar tidak terjadi konflik susulan yang bisa terjadi kapan saja,” cetus Sekretaris Komisi IV Jems Tuuk, yang juga Ketua Lembaga Komunikasi Pemangku Adat Seluruh Indonesia (LKPASI).
Jems juga meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut maupun Pemerintah Kabupaten Bolmong, untuk meninjau kembali perizinan tambang perusahaan yang beroperasi di wilayah perkebunan Bolingogot itu.
“Ternyata dari data yang diperoleh, perusahaan yang bermasalah dengan masyarakat ini, izin operasinya telah berakhir sejak Maret tahun 2019 lalu. Nantinya, DPRD Sulut akan melakukan peninjauan ke lokasi kejadian untuk melihat secara langsung kondisi di sana,” pungkas Jems.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Sulut Victor Mailangkay, dalam keterangan persnya meyampaikan pihaknya akan membuat surat tugas untuk komisi gabungan yang akan melakukan peninjauan langsung ke lapangan.
“Komisi gabungan nantinya terdiri dari Komisi I, Komisi III dan Komisi IV. Selambat-lambatnya tanggal 12 Oktober ini kita akan turun langsung ke lokasi untuk merekam secara langsung kondisi dan keadaan yang terjadi di perkebunan Bolingongot (lokasi pertambangan PT.BDL),” ungkapnya.
Menurutnya, setelah kunjungan lokasi, selanjutnya akan dilaksanakan rapat dengar pendapat (RDP).
“Nantinya akan dilaksanakan rapat dengar pendapat dengan PT BDL, Masyarakat Adat Bolaang Mongondow Raya, Dinas ESDM dan dinas terkait lainnya. Jadi, selain turun lapangan, kita juga akan memantau secara langsung proses hukum terhadap kasus terbunuhnya almarhum Arman Damapolii,” tandas Maliangkay.
Dia juga memina kepada pihak aparat keamanan agar jangan dulu membiarkan PT BDL untuk beroprasi di perkebunan Bolingongot, sampai proses hukum selesai dan adanya persetujuan secara bersama.
“Saya berharap agar semua pihak menjunjung tinggi, serta menghormati tanah dan aktivitas Masyarakat Adat Bolaang Mongondow,” cetusnya.
(Gnm)