Disperindag Provinsi Sulut Gelar Rakor Bahas Pengawasan dan Ketersediaan Kebutuhan Pokok Jelang Bulan Puasa

BOLMORA.COM SULUT – Pemprov Sulut (Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara) melalui Dinas Perindag (Perindustrian dan Perdagangan) menggelar Rakor (rapat koordinasi) dalam rangka menyonsong HBKN (hari besar keagamaan nasional).
Rakor yang dipimpin Kepala Disperindag Provinsi Sulut Daniel Mewengkang, didampingi Karo (kepala biro) Perekonomoan Setda Pemprov Sulut Lukman Lapadengan, bertujuan untuk membahas dan mengidentifikasi ketersediaan stok dan harga barang kebutuhan pokok di seluruh wilayah Provinsi Sulut menyongsong HBKN, yakni bulan puasa pada bulan Maret nanti, sampai dengan lebaran Idul Fitri.
Menurut Daniel, rakor yang dilaksanakan di ruang rapat Disperindag, Selasa (14/2/2023) itu, merupakan perintah dari Kementerian, berkaitan harga bahan pokok menjelang HKBN, terutama pengawasan distribusi minyak goreng.
“Tadi, dalam rapat berkembang bahwa ternyata minyak goreng yang merupakan minyak goreng DMO (Domestic Market Obligation) harus disubsidikan ke masyarakat sebagaimana harapan kita bersama ternyata tidak ada,” ungkap Daniel.
Dijelaskan, memang barang-barang seperti minyak bisa diekspor ke luar negeri oleh pihak produsen atau distributor. Tapi, harus juga berkewajiban didistribusikan di dalam negeri, termasuk ke daerah-daerah dengan harga Rp14.000.
“Yang jadi masalah di Sulut malah minyak goreng ini tidak ada. Nah, ini yang menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan pengawasan,” cetusnya.
Daniel menyebut, berdasarkan penelusuran di lapangan, terindikasi terjadi penimbunan minyak goreng oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Karena di Provinsi Sulut khusunya di Manado, harganya masih ada yang Rp14.000 sampai Rp15.000. Sementara di provinsi sekitar sudah dijual Rp18.000 sampai Rp20.000. Jadi bisa saja ada oknum yang nakal, membeli di Manado dengan harga di bawah, kemudian dijual di provinsi lain dengan harga lebih tinggi,” katanya.
Yang kedua, bisa saja terjadi permainan di tingkat produsen, kemudian berlanjut ke distributor. Yang mestinya harga jual sekitar Rp13.000 atau malah Rp12.000, tapi di provinsi atau daerah lain dijual Rp14.000, karena kekurangan stok.
“Ada lagi yang namanya bundle atau bundling produk. Strategi seperti ini digunakan untuk mendorong pelanggan agar membeli lebih banyak produk. Praktik bundling ini yang harus ditindak tegas, karena merupakan suatu pelanggaran,” tandas Daniel.
Dalam praktiknya teknik seperti ini dilakukan dengan mengelompokkan beberapa produk yang tidak laku di pasaran, dan dijual bersama minyak goreng yang notabene sangat dibutuhkan masyarakat.
“Kadang-kadang produknya tidak laku di pasaran, dia harus jual dengan dalih boleh beli minyak, tapi juga harus beli barang lain atau digandeng dengan produk lain, bisa gula, bisa kedelai atau barang lain yang susah lakunya di pasaran,” beber Daniel.
Daniel menegaskan hal-hal seperti itu yang harus ditindak tegas.
“Kalau ada pengusaha yang kayak begitu, maka akan ditindak tegas. Olehnya, hari ini kami mengundang seluruh Disperindag maupun instansi yang berkaitan di seluruh kabupaten kota se-Sulut untuk menghadiri rapat, guna membahas bagaimana menangani jika praktik-praktik seperti itu terjadi di wilayah masing-masing,” pungkasnya.
Daniel menambahkan, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya di kabupaten kota untuk melakukan penindakan kalau ada oknum pengusaha nakal yang melakukan penimbunan sembako, baik minyak goreng maupun bahan pokok lainnya.
“Kita libatkan unsur kepolisian dalam satgas pangan. Dari polda maupun polres-polres siap menerima laporan kalau menemukan adanya penimbunan bahan pokok dan sebagainya. Nantinya, pihak kepolisian akan mendampingi langsung terjun ke lapangan. Jadi, siapa saja yang menemukan praktik penimbunan silakan melapor, akan difasilitasi dengan datang langsung ke lokasi,” paparnya.
Daniel mengimbau kepada para pelaku usaha dan pedagang agar sebisanya mengambil keuntungan yang wajar, dan jangan coba-coba memimbun kebutuhan pokok.
“Karena kalau ada laporan, pastinya akan disidak. Jika kedapatan dan terbukti melakukan penimbunan, akan ada sanksi tegas, bisa sampai pencabutan izin usaha,” tegasnya.
Sebagai informasi, pelaku usaha yang kedapatan menimbun bahan pokok atau pangan terancam pidana lima tahun penjara.
Peraturan dan sanksi terhadap penimbun pangan itu tercantum dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Di mana, disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan atau hambatan lalu lintas barang.
Berikutnya, pada pasal 107 disebutkan pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting seperti dalam pasal 29, dipidana penjara maksimal lima tahun dan atau pidana denda maksimal Rp 50 miliar.
Turut hadir dalam rakor, selain para Kepala Disperindag maupun perwakilan dari seluruh kabupaten kota se-Sulut, juga hadir dari pihak BI (Bank Indonesia), dan Polda selaku satgas pangan.
Editor: Gun Mondo