Gedung BLKK di Bolmong Diduga Langgar Prosedural, Nama Syukron Mamonto Disorot
BOLMONG – Gedung Balai Latihan Kerja Komunitas (BLKK) di Desa Padang, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), kembali menjadi pusat perhatian publik.
Pembangunan gedung yang menghabiskan anggaran sebesar Rp1,5 miliar dari Kementerian Tenaga Kerja itu diduga melanggar prosedur terkait status tanah.
Adapun Sumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkap bahwa gedung BLKK tersebut berdiri di atas tanah Hak Guna Usaha (HGU) milik Pemerintah Kabupaten Bolmong.
Sertifikat yang menjadi syarat pembangunan gedung ini disebut-sebut bermasalah, dengan nama Sukron Mamonto disebut sebut sebagai pemilik atas nama Yayasan Laduna Ilma Nurul Iman.
“Tanah itu belum ada pelepasan resmi dari status HGU, tetapi sudah diterbitkan sertifikat. Proses pelepasan tanah HGU ada mekanisme yang harus dilalui sebelum menjadi hak milik,” jelas sumber tersebut.
Ia juga menyoroti bahwa pembangunan gedung BLKK ini tidak melibatkan pemerintah daerah atau dinas terkait.
Proposal pembangunan gedung diajukan langsung oleh pihak yayasan ke Kementerian Tenaga Kerja, dengan melampirkan sertifikat tanah dan surat hibah lahan.
Status Sertifikat Dipertanyakan Kepala Desa Padang Lalow, Ahadin Pontoh, pada November 2021 lalu, menyebut bahwa lahan yang menjadi lokasi pembangunan gedung BLKK sudah bersertifikat atas nama Sukron Mamonto.
Ahadin menjelaskan bahwa sebelumnya, pimpinan Yayasan Laduna Ilma Nurul Iman ini telah mengantongi Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diterbitkan pada 2016.
Namun, Ahadin menegaskan bahwa penerbitan SKT bukan berarti lahan tersebut langsung menjadi hak milik.
Ia mengungkapkan, proses penerbitan sertifikat dilakukan melalui program Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) oleh Kantor Badan Pertanahan Bolmong.
“Lahan itu diketahui milik pemerintah, tetapi sertifikat tetap diterbitkan. Proses ini perlu dikaji ulang,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Sukron Mamonto belum memberikan tanggapan terkait isu ini.
Pertanyaan tentang bagaimana sertifikat atas tanah HGU dapat diterbitkan tanpa pelepasan resmi tetap menjadi tanda tanya besar.
Polemik ini membuka diskusi penting tentang tata kelola aset negara dan transparansi dalam pembangunan fasilitas publik.***