Nasional

KPK Temukan Pelanggaran Terkait LPPDK pada Pelaksanaan Pilkada 2015

KPK Temukan Pelanggaran Terkait LPPDK pada Pelaksanaan Pilkada 2015

BOMORA, JAKARTA – Sebanyak 286 pasangan calon kepala daerah tidak melaporkan secara benar terkait Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) pada penyelengaaran Pilkada serentak Desember 2015 lalu. Hal itu diungkapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat memberikan keterangan pers di gedung KPK, Rabu (29/06/2016).

Menurut Deputi bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, dari hasil riset terkait pendanaan kampanye pasangan calon kepala daerah dalam penyelenggaraan Pilkada 2015, pihaknya menemukan adanya ketidakpatuhan pasangan calon peserta dalam menyerahkan LPPDK.

“Hasil temuan itu didapat setelah KPK mewawancarai 286 pasangan perserta pilkada yang gagal terpilih,” kata Nainggolan.

Kata dia, sebanyak 20 persen responden yang diwawancarai ternyata tidak melaporkan LPPDK. Sementara, LPPDK yang diserahkan pun seringkali tidak sepenuhnya sesuai dengan penggunaan dana.

“Banyak yang melanggar batas besaran sumbangan untuk dana kampanye yang ditentukan dalam undang-undang (UU). Laporan yang disampaikan pun tidak utuh dan tidak akurat.,” ujar Nainggolan.

Selain itu, KPK juga menemukan ada dana lain yang nilainya besar tapi tidak dicantumkan dalam LPPDK. Dana tersebut dikeluarkan pasangan calon sebelum dan sesudah masa kampanye.

“Sebelum masa kampanye, pasangan calon biasanya mengeluarkan uang sebagai mahar ke partai politik, dan sesudah kampanye mereka mengeluarkan biaya untuk membayar saksi di TPS,” ucapnya.

Dijelaskan Nainggolan, berdasarkan keterangan salah satu responden, biaya pilkada di luar kampanye tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap total biaya pilkada yang dikeluarkan pasangan calon.

“Biaya saksi bisa mencapai Rp2 miliar. Sedangkan biaya terbesar adalah mahar partai politik yang dihitung berdasarkan jumlah kursi di DPRD. Biaya yang dikeluarkan pun jumlahnya berbeda antara pasangan calon yang dipinang partai dan yang meminang partai,” paparnya.

Berdasar pada hasil riset tersebut, KPK menilai perlu adanya perubahan regulasi terkait pengaturan mengenai penerimaan dana kampanye dan LPPDK. Pertama, KPK mengusulkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengubah atau memperluas definisi dana kampanye.

“Dana kampanye sebaiknya tidak hanya fokus pada dana yang dikeluarkan selama masa kampanye, tapi mencakup dana yang dikeluarkan sebelum dan sesudahnya,” imbaunya.

Hal tersebut, menurutnya  bertujuan untuk mengantisipasi biaya mahar dan sesudah masa kampanye, serta untuk mengantisipasi biaya saksi dan biaya sengketa.

Kedua, KPK meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar memperkuat peran dalam pelaksanaan Pilkada, sehingga pemberian uang dari pasangan calon kepada saksi yang ada di TPS bisa diminimalisasi.

Ketiga, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan DPR harus mencantumkan sanksi diskualifikasi kepada para calon pasangan yang tidak patuh dalam memberikan LPPDK.

“Kami melihat laporan penerimaan sumbangan dana kampanye dan penggunaan dana kampanye belum efektif dijalankan. Kami duga karena sanksinya kurang keras. Kalaupun ada sanksi, penegakan hukumnya juga belum konsisten,” pungkas Nainggolan.(editor)

Sumber : Kompas.com

 

Editor

Berita yang masuk dari semua Biro akan di Edit terlebih dahulu oleh Tim Editor Media Bolmora.com kemudian di publish.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button