Rubrik

Menyikapi Prank di Momen Peringatan Hari Guru

Refleksi Hari Guru Nasional

Oleh : Rr24

HARI GURU adalah momen istimewa untuk menghormati dan mengapresiasi jasa para pendidik yang telah mendedikasikan waktu, tenaga, dan ilmu untuk membimbing peserta didiknya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul tren prank atau lelucon oleh peserta didik kepada guru di momen ini. Meskipun beberapa prank dilakukan dengan niat baik untuk merayakan Hari Guru secara unik, maraknya aksi semacam ini memunculkan pro dan kontra. Tren prank peserta didik kepada guru di Hari Guru adalah fenomena yang menimbulkan beragam respons dari berbagai pihak. Prank, yang awalnya dimaksudkan sebagai hiburan dan kejutan, dapat dipandang secara berbeda tergantung sudut pandang yang digunakan: Peserta didik, guru, masyarakat umum, dan psikolog pendidikan.

Sudut Pandang Peserta Didik: Kreativitas dan Ekspresi Kekaguman

Bagi peserta didik prank sering kali dianggap sebagai cara kreatif untuk menciptakan momen tak terlupakan bersama guru. Dalam pandangan ini,  adalah ekspresi rasa sayang yang dikemas dengan humor dan spontanitas. Peserta didik cenderung memandang prank sebagai cara mencairkan hubungan yang mungkin kaku, menjadikan interaksi antara peserta didik dan guru lebih hangat dan santai. Namun, banyak peserta didik yang mungkin tidak menyadari bahwa tidak semua guru dapat menerima prank dengan nyaman. Mereka cenderung fokus pada kebersamaan dengan teman-teman saat merencanakan kejutan, tanpa mempertimbangkan dampak emosional yang mungkin dirasakan oleh guru.

Sudut Pandang Guru: Antara Hiburan dan Ketidak nyamanan

Guru memiliki tanggapan yang bervariasi terhadap prank peserta didik. Sebagian guru menganggapnya sebagai tanda perhatian dan menikmati momen tersebut sebagai bagian dari interaksi dengan peserta didik. Mereka memahami bahwa ini adalah cara peserta didik mengekspresikan rasa terima kasih dengan cara yang dianggap menyenangkan. Namun, ada pula guru yang merasa terganggu, terutama jika prank dilakukan secara berlebihan, mempermalukan, atau bahkan merusak suasana kelas. Guru yang memiliki kepribadian lebih formal atau cenderung menjaga batas antara pendidik dan peserta didik mungkin merasa bahwa prank semacam ini kurang menghormati profesi mereka.

Sudut Pandang Masyarakat: Hiburan atau Kemunduran Etika?

Masyarakat umum cenderung terbelah dalam menanggapi tren ini. Sebagian memandangnya sebagai hal lucu dan menggembirakan, terutama jika video prank tersebut viral di media sosial. Mereka menganggap bahwa hubungan antara guru dan peserta didik yang penuh canda adalah tanda pendidikan yang lebih manusiawi dan inklusif.  Namun, tidak sedikit yang melihat tren ini sebagai kemunduran etika. Dalam pandangan ini, prank dianggap mencerminkan kurangnya rasa hormat peserta didik terhadap guru, yang seharusnya menjadi figur otoritas dan teladan. Masyarakat yang memegang nilai tradisional lebih cenderung mengkritik tren ini sebagai bentuk degradasi nilai-nilai pendidikan.

Sudut Pandang Psikolog Pendidikan: Pentingnya Batasan

Dari sudut pandang psikolog pendidikan, tren prank ini menunjukkan kebutuhan untuk mendidik peserta didik tentang empati dan penghormatan. Prank yang dilakukan dengan niat baik dapat mempererat hubungan guru dan peserta didik, tetapi jika tidak ada batasan yang jelas, dapat berujung pada perasaan tidak nyaman, malu, atau bahkan trauma bagi guru. Psikolog juga menyoroti pentingnya komunikasi yang sehat antara guru dan peserta didik untuk menciptakan suasana kelas yang inklusif. Jika hubungan ini didasari rasa saling menghormati, prank yang dilakukan akan tetap dalam batas wajar dan tidak akan mengganggu hubungan profesional antara keduanya.

Kesimpulan: Pentingnya Konteks dan Pengendalian

Maraknya prank peserta didik kepada guru di Hari Guru adalah fenomena yang harus dilihat secara kontekstual. Dari sudut pandang mana pun, penting untuk menekankan bahwa tujuan utama Hari Guru adalah memberikan penghormatan dan apresiasi. Prank dapat menjadi bagian dari perayaan, tetapi harus dilakukan dengan penuh kesadaran akan dampaknya terhadap pihak lain. Kreativitas tanpa batasan bisa berubah menjadi tindakan yang tidak pantas, dan karena itu, pengendalian dan pengertian bersama menjadi kunci untuk menjaga esensi dari Hari Guru itu sendiri.

#Guru Bermutu, Indonesia Maju

#Guru Berdaya, Indonesia Jaya

*Penulis adalah Floor Director MTsN 1 GOTV

Editor

Berita yang masuk dari semua Biro akan di Edit terlebih dahulu oleh Tim Editor Media Bolmora.com kemudian di publish.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button