Rubrik

Berkurban Adalah Refleksi Kebijakan Manusia di Masa Lampau

Perayaan Idul Adha di BMR Berlangsung Khidmat

Oleh : Gunady Mondo

(PEMIMPIN REDAKSI MEDIA ONLINE BOLMORA.COM)

Perayaan hari raya Idul Adha atau hari raya kurban, bagi Ummat Muslim merupakan ritual untuk mendekatkan diri kepada yang maha kuasa Allah SWT.

Di wilayah Bolaang Mongondow Raya (BMR) yang notabene mayoritas penduduknya beragama Islam, perayaan hari raya Idul Adha berlangsung Khidmat dan benar-benar dimaknai sebagaimana hakikatnya. Di Kota Kotamobagu misalnya, perayaan hari raya kurban ini dilaksanakan dengan menyembelih hewan kurban, yang selanjutnya dibagi-bagikan kepada masyarakat. Utamanya masyarakat yang kurang mampu. Demikian pula di daerah lain, di antaranya Kabupaten Bolaanmg Mongondow (Bolmong), Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Bolaang Mongondow Timur (Boltim) dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut).

Perayaan hari raya kurban ini dilaksanakan secara serentak, yang diawali dengan Shalat Ied bersama, hingga pada ritual menyembelih hewan kurban.

Adapun hewan yang akan disembelih, adalah hewan yang berasal dari sumbangan masyarakat mampu. Dalam pemberian sumbangan hewan yang akan dikurbankan, tak berbatas. Artinya, siapa saja berhak menyumbang hewan untuk dikurbankan, asal dia mampu. Bagi pemerintah daerah sendiri, tidak ditentukan berapa banyak hewan yang disumbangkan. Toh, pada akhirnya daging hasil penyembelihan hewan kurban dibagi-bagikan kepada masyarakat, untuk diknsumsi bersama. Begitu pula bagi para donatur yang ingin menyumbangkan hewan kurban.

Arti kurban dalam bahasa Arab sendiri disebut dengan kurbah, yang berarti mendekatkan diri kepada Allah. Dalam ritual Idul Adha ini terdapat apa yang biasa disebut udlhiyah (penyembelihan hewan kurban). Pada hari itu, ummat Islam menyembelih hewan tertentu, seperti kambing, sapi, atau kerbau, guna memenuhi panggilan Tuhan.

Idul Adha juga merupakan refleksi atas catatan sejarah perjalanan kebajikan manusia di masa lampau, untuk mengenang perjuangan monoteistik dan humanistik yang ditorehkan Nabi Ibrahim Allaisallam.

Idul Adha bermakna keteladanan Nabi Ibrahim Allaisallam yang mampu mentransformasi pesan keagamaan ke aksi nyata perjuangan kemanusiaan.

Dalam konteks ini, mimpi Nabi Ibrahim Allaisallam, untuk menyembelih anaknya, Ismail, merupakan sebuah ujian Tuhan, sekaligus perjuangan maha berat seorang Nabi yang diperintah oleh Tuhan-nya melalui malaikat Jibril, untuk mengkurbankan anaknya.

Nah, peristiwa itu-lah yang harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama yang menunjukkan ketaqwaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Nabi Ibrahim Allaisallam, pada titah sang pencipta.

Ritual kurban bukan hanya bermakna bagaimana manusia Muslim mendekatkan diri kepada Tuhan-nya, akan tetapi juga mendekatkan diri kepada sesama, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan.

Selain itu, hari raya kurban mencerminkan dengan tegas tentang pesan solidaritas sosial Islam, di antaranya mendekatkan diri kepada orang-orang yang kekurangan. Dengan berkurban, juga dapat mendekatkan diri kepada mereka yang fakir. Sehingga, bila seseorang memiliki kenikmatan, wajib hukumnya berbagi kenikmatan itu dengan orang lain yang tidak mampu. Ibadah kurban juga mengajak mereka yang mustadh’afiin untuk merasakan kenyang seperti apa yang kita rasakan.

Atas dasar spirit itu, peringatan Idul Adha dan ritual kurban memiliki tiga makna penting, di antaranya :

  1. Makna ketaqwaan manusia atas perintah sang Khalik. Yang mana, kurban adalah simbol penyerahan diri manusia secara utuh kepada sang pencipta, sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang sangat kita kasihi.
  2. Makna sosial, dimana Rasulullah SAW melarang kaum mukmin mendekati orang-orang yang memiliki kelebihan rezeki, akan tetapi tidak menunaikan perintah kurban. Dalam konteks itu, Nabi bermaksud mendidik umatnya agar memiliki kepekaan dan solidaritas tinggi terhadap sesama. Dalam konteks ini, kurban adalah media ritual, selain zakat, infak, dan sedekah yang disiapkan seorang Muslim untuk mengejewantahkan sikap kepekaaan sosial itu.
  3. Makna bahwa, apa yang dikurbankan merupakan simbol dari sifat tamak dan kebinatangan yang ada dalam diri manusia, seperti rakus, ambisius, suka menindas dan menyerang, cenderung tidak menghargai hukum dan norma-norma sosial menuju hidup yang hakiki. Pun, hingga kini ritual kurban ini terus berlangsung, dan dirayakan setiap tahun sekali di bulan hijriyah.

Bagi pemerintah daerah sendiri, momen hari raya kurban, adalah momen yang tepat untuk memperkuat rasa sosial dan sebagai momentum yang tepat untuk saling peduli serta berbagi dengan sesama, demi kelangsungan pembangunan yang lebih baik dan barokah ke depan.(**)

 

Gunady Mondo

Aktif sebagai jurnalis sejak tahun 2010 (Wartawan UKW UTAMA: 9971-PWI/WU/DP/XI/2021/21/10/79)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button